Breaking News
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Nusa Tenggara Barat,
oleh:
DRS. ARASYNUR YAKIN, M.Si.
A. PENDAHULUAN
Menurut Ki Supriyoko dalam Yudha (2004) Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE) yang bermarkas di Tokyo, adalah suatu realitas bahwa minat baca masyarakat kita terbilang rendah. Ada hubungan positif antara minat baca dengan kebiasaan membaca dan kemampuan membaca. Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah. Oleh UNDP, United Nations Development Programme, angka melek huruf telah dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kualitas bangsa. Tinggi rendahnya angka melek huruf menentukan tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia atau HDI, (Human Development Index), dan tinggi rendahnya HDI menentukan kualitas bangsa. Pada satu sisi rendahnya kebiasaan dan kemampuan membaca masyarakat kita disebabkan rendahnya minat baca, di sisi lain rendahnya kebiasaan dan kemampuan membaca tidak mengondisikan kedalaman pengetahuan dan keluasan wawasan.
Dalam publikasi UNDP dalam Yudha (2004) “Human Development Report 2003”, Indonesia ditempatkan di peringkat 112 dari 174 negara dalam hal kualitas bangsa. Dalam daftar ini Indonesia berada di bawah Vietnam (109), Thailand (74), Malaysia (58) dan Brunei (31). Sedangkan dalam satu penelitiannya tentang minat baca di 41 negara, UNDP menempatkan Indonesia di urutan ke 39. Angka melek huruf (literacy rate) di Indonesia relatif belum tinggi, yaitu 88 persen. Di negara maju seperti Jepang angkanya sudah mencapai 99 persen. Meskipun persentase penduduk buta aksara setiap tahun cenderung menurun, namun menurut data tahun 2002 diketahui masih ada 18,7 juta penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas yang buta huruf.
Masjid sebagai tempat suci umat islam, kecuali sebagai tempat ibadah juga berfungsi sebagai pusat kegiatan umat islam dalam mengatur tata kehidupan umat islam. Disanalah pertama kali seorang anak muslim dikenalkan dengan tata kehidupan ber-islam dengan berbagai cara yang atara lain : kegiatan pengajian, kegiatan TPA/TPQ dan lain sebagainya.
Masjid memiliki banyak fungsi, yang salah satunya adalah sebagai lembaga pendidikan. Agar fungsi ini dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tata kehidupan umat dan berjalan dengan baik dan optimal, perlu adanya sarana dan prasarana penunjang.
Salah satu sarana dan prasarana penunjang masjid sebagai lembaga pendidikan adalah perpustakaan, yang mana dengan perpustakaan, akan tersedia sarana bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan bagi umat islam.
Perpustakaan sebagai lembaga pendidikan dan lembaga penyedia informasi akan memiliki kinerja yang baik, apabila ditunjang dengan sistem manajemen yang memadai, sehingga seluruh aktivitas lembaga akan mengarah pada pencapaian tujuan yang telah diterapkan.
Begitu halnya perpustakaan masjid, untuk dapat memberikan layanan informasi kepada pemakai dengan baik dan lancar perlu ditunjang manajemen yang memadai, karena dengan manajemen yang baik , pembagian kerja ( job description ) akan berjalan dengan baik dan fungsi manajemen ( perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan ) akan berjalan dengan baik.
B. GUDANG ILMU ITU BERNAMA MASJID
Sebagai pusat kegiatan umat, masjid memiliki tiga peran penting yakni sebagai tempat aktivitas sosial, politik dan pendidikan. Guna menopang ketiga peran penting itu, pada era kejayaan Islam masjid telah dilengkapi dengan perpustakaan. Dengan koleksi buku yang terbilang melimpah.
Seperti halnya dengan sekolah, masjid juga tak bisa dipisahkan dari keberadaan perpustakaan. Aktivitas pendidikan di masjid tentu membutuhkan banyak buku sebagai referensi. Hal ini mendorong masyarakat di dunia Islam secara rela menyumbangkan dan mewakafkan koleksi buku yang dimilikinya disimpan di perpustakaan masjid.
Masjid menjadi tempat yang aman bagi masyarakat Muslim, pada zaman itu. Dengan menuimpan bukunya di masjid, maka buku yang mereka sumbangkan itu akan dirawat dan digunakan para pelajar yang menimba ilmu di masjid. Sehingga, ilmu yang terkandung dalam sebuah buku bisa menyebar luas. Tak hanya disimpan di rak dan dipenuhi debu.
Menurut R Mackensen dalam buknya Background of the History of Muslim Libraries Observes para ilmuwan mewariskan koleksi perpustakaan pribadinya kepada masjid agar buku itu tetap terpelihara. Perpustakaan masjid pun memiliki koleksi buku yang lengkap. Ini juga barangkali yang membuat para guru dan murid begitu betah menghabiskan waktunya belajar di masjid.
Sungguh mengagumkan bila kita mengetahui Masjid Sufiyah di Allepo, Suriah, pada era keemasan Islam mampu mengoleksi buku tak kurang dari 10 ribu volume. Pada masa itu, penguasa Aleppo mempelopori gerakan wakaf buku ke perpustakaan masjid. Gerakan yang dipimpin Pangeran Sayf Al-Dawla itu mampu menggerakan ilmuwan dan bangsawan di wilayah itu untuk menyumbangkan koleksi buku-bukunya.
Sejarawan asal Palestina, AL Tibawi, menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya, masjid dan pendidikan Islam adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Di dunia Islam, sekolah dan masjid menjadi satu kesatuan. "Sejak pertama kali berdiri, masjid telah menjadi pusat kegiatan keislaman, tempat menunaikan shalat, berdakwah, mendiskusikan politik, dan sekolah," cetus Jacques Wardenburg.
Di manapun ajaran Islam berkembang, di situlah bangunan masjid menjulang. Peran masjid kemudian berkembang sebagai tempat menimba ilmu. Sekolah-masjid di era kejayaan Islam mampu menampung murid dalam jumlah ratusan hingga ribuan siswa. Sebagai pusat intelektualitas, masjid-masjid di era kekhalifahan telah dilengkapi dengan perpustakaan. Koleksi bukunya begitu melimpah, karena banyak ilmuwan dan ulama yang mewakafkan bukunya di perpustakaan masjid.
Sejarah peradaban Islam mencatat, aktivitas pendidikan berupa sekolah pertama kali hadir di masjid pada tahun 653 M di kota Madinah. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah, sekolah di Masjid pun mulai muncul di Damaskus pada tahun 744 M. Sejak tahun 900 M, hampir setiap masjid memiliki sekolah dasar yang berfungsi untuk mendidik anak-anak Muslim yang tersebar di dunia Islam.
Aktivitas keilmuan di masjid bahkan bisa melahirkan sebuah pendidikan tinggi atau universitas. Sejarah mencatat, hingga kini terdapat universitas terkemuka di dunia Islam yang lahir dan berasal dari aktivitas intelektual di masjid antara lain; Universitas Al-Qayrawwan dan Al-Zaituna di Tunisia, Al-Azhar di Mesir, Al-Qarawiyyin di kota Fez Maroko, dan Sankore di Timbuktu.
Masjid-masjid besar yang menyelenggarakan aktivitas pendidikan mampu menarik perhatian para ilmuwan dan pelajar dari berbagai belahan di dunia Islam. Pada abad ke-12 M, misalnya, aktivitas keilmuwan yang digelar di Masjid Sankore Timbuktu, Mali Afrika Barat mampu mendatangkan 25 ribu siswa dari berbagai negara. Pendidikan yang diselenggarakan di masjid pada masa kejayaan Islam mampu melahirkan sederet tokoh Muslim terkemuka.
Pendidikan Masjid Cordoba Spanyol mampu melahirkan seorang ilmuwa besar bernama Ibnu Rushdi dan Ibnu Bajja. Sebuah masjid di Basrah, Irak juga mampu melahirkan seorang ahli tata bahasa Arab terkemuka sepanjang masa bernama Sibawaih. Ia merupakan murid Al-Khalil Ibnu Ahmad yang mengajarnya di masjid.
Sekolah yang digelar di Masjid Al-Qarawiyyin Fez, Maroko pun mampu melahirkan ulama dan ilmuwan hebat seperti; Ibnu Khaldun, Ibnu Al-Khatib, Al-Bitruji, Ibnu Harazim, Ibnu Maimoun, serta Ibnu Wazzan (Leo Africanus). Bahkan di Masjid Al-Qarawiyyin pula Paus Sylvester II menimba ilmu matematika dan lalu menyebarkannya di gereja-gereja Eropa. Pamor Masjid Al-Azhar, Mesir pun mampu menarik perhatian ilmuwan seperti Ibnu Al-Haitham, Ibnu Khaldun, dan Al-Baghdadi.
Pendidikan yang digelar di masjid pada zaman kejayaan Islam ternyata mampu memberi pengaruh terhadap pendidikan di Eropa. Menurut George Makdisi, guru besar Studi Islam di Universitas Pennsylvania, pendidikan masjid yang diselenggarakan di era kekhalifahan telah memberi pengaruh kepada peradaban Eropa melalui sistem pendidikan, universalitas, metode pengajaran, dan gelar kesarjanaan yang diberikan
"Islam juga memberi pengaruh kepada Barat dalam penyelenggaraan pendidikan universitas yakni dalam kebebasan akademik profesor dan mahasiswa, dalam tesis dokteral serta yang lainnya," cetus Makdisi. Begitulah peran masjid dalam mengembangkan pendidikan di dunia Islam pada era keemasan Islam. Lalu bagaimanakah peran masjid saat ini?
C. SEJARAH PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN MASJID
Menengok perkembangan perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan bagi kaum muslimin dengan masjid sebagai pusat keagamaan dan peradaban pernah terjadi pada masa keemasan Islam sekitar abad 7 sampai dengan 13 H, kira-kira pada zaman Abbasiyah. Sejarah Islam menyebutkan bahwa misi dinasti Umayyah tercatat lebih konsentrasi pada ekspansi perluasan wilayah, sedangkan Abbasiyah memberikan perhatian pada peningkatan mutu kemampuan kaum muslimin dalam berbagai bidang dan lebih menitikberatkan konsentarsi pada pengembangan peradaban Islam (Islamic civilization)
Sejumlah perpustakaan besar yang tercatat dalam lembaran sejarah pada masa itu telah membawa pengaruh positif bagi perkembangan umat dan kejayaan Islam. Kaum muslimin di saat itu, bergerak sangat agresif dalam mendalami dan menyebarkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan hal ini telah menyebabkan Islam menemukan kejayaannya yang luar biasa. Meskipun pada akhirnya semuanya habis termasuk perpustakaannya, menyusul kemunduran kaum muslimin dari pentas peradaban, termasuk karena ekses kekalahan dalam perang salib. Kita tidak sedang bernostalgia, namun kita mencoba mempelajari faktor-faktor kejayaannya dan mencari kemungkinan mengikuti jejak sejarah itu kembali.
Setidaknya ada empat faktor yang dapat menyebabkan kejayaan, yaitu :
1. Kecintaan umat Islam pada ilmu pengetahuan.
2. Perhatian Kepala Negara pada pembangunan tradisi keilmuan.
3. Tingginya motivasi penerjamah dan penulis.
4. Banyaknya waqaf buku dari para dermawan.
Pada era kejayaan Islam di Andalusia, masjid direkonstruksi sebagai pusat pendidikan. Masjid menjadi basis bagi kaum intelektual dalam membangun kepakarannya karena masjid pada era itu dilengkapi dengan perpustakaan yang dapat diakses oleh umat. Malahan, tidak mengherankan kemajuan yang dicapai oleh Islam di Andalusia ini sangat dipengaruhi oleh peranan masjid yang berfasilitas pendidikan tersebut.
Kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan tersebut telah mengubah wajah peradaban Andalusia. Di samping itu, membaca biografi dari ilmuwan-ilmuwan Islam, ternyata banyak yang membangun kepakarannya dari masjid. Serambi-serambi masjid telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina. Kedua ilmuwan ini menurut catatan biografinya banyak menghabiskan waktu dengan membaca di perpustakaan masjid yang ada pada era mereka.
D. KONDISI MASJID DAN PEMANFAATANNYA DI INDONESIA
Kita sudah sangat merasakan kemunduran peranan masjid dalam menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan. Masjid yang begitu banyak kita bangun hanya sebagai simbol ketimbang menjadi sarana untuk membangun umat.
Bahkan, peranan masjid begitu jauh terasing dari masalah umat. Jika dilihat dari data statistik Departemen Agama, pada 1997-2004 ada peningkatan jumlah masjid sampai 64 persen, dari 392.044 menjadi 643.834 buah. Rumah ibadah tersebut berada di tengah-tengah 182.083.594 jiwa umat Islam Indonesia.
Perbandingan rumah ibadah dengan jumlah umat tersebut rasanya cukup representatif. Tetapi, kenyataannya peranan rumah ibadah belum signifikan dalam mengakses permasalahan umatnya. Lemahnya peranan rumah ibadah dalam mengakses permasalahan umat memperpanjang catatan sosial keagamaan umat Islam yang buruk di negeri ini. Catatan sosial yang buruk itu dapat kita simak dari potret kemiskinan umat, budaya fatalisme, dan keterbelakangan sumber daya manusia.
Kelemahan akses rumah ibadah terhadap masalah umat dipengaruhi oleh peranan rumah ibadah yang lebih dominan direkonstruksi sebagai institusi ibadah mahdhah ketimbang ibadah ghairu mahdhah. Oleh sebab itu, keberadaan masjid sebagai sarana tempat penyelenggaraan shalat dan peranan pemberdayaan umatnya tertinggal.
Di samping itu, masjid juga lebih banyak dijadikan ajang pergumulan retorika dakwah yang tidak membumi. Malahan, dangkal dari pesan-pesan agama yang dapat meningkatkan kemampuan umat. Dalam konteks ini, kita perlu menghayati pernyataan Daniel Bell dalam The End of Ideology (1960). Dia menyatakan pesan-pesan agama yang tidak mampu menyelesaikan persoalan umat akan menjadikan agama tersebut sebagai fosil yang disimpan dalam rumah kaca.
Semestinya rumah ibadah yang begitu banyak kita miliki itu menjadi aset dalam membangun umat. Sayang, kita belum memotensikannya secara maksimal. Jika kita lihat dari sejarah peradaban Islam, baik ketika era Rasulullah maupun pada era keemasan Islam di Andalusia (Spanyol), peranan masjid begitu luas.
Masjid tidak hanya dijadikan sebagai sarana penyelenggaraan shalat, tetapi juga menjadi institusi sosial yang berperan dalam membangun pendidikan, ekonomi, dan politik umat. Oleh sebab itu, keberadaan masjid pada era Rasulullah lebih tepat dikatakan sebagai institusi yang membangun peradaban umat Islam yang modern.
Antara masjid dan teknologi modern tidak terpisah, tetapi dapat berkolaborasi dalam membangun umat yang melek pengetahuan. Sekaligus hal ini akan dapat menghapus stigma keterpisahan ajaran agama dengan dunia modern.
Mungkin di Indonesia kita perlu menginovasi masjid untuk menumbuhkan semangat baca dengan mendirikan perpustakaan masjid yang dapat diakses oleh umat. Masalahnya, sarana-sarana yang menumbuhkan minat baca sangat minim. Dengan demikian, tidak heran masyarakat kita mempunyai minat baca yang rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga.
Masjid yang tersebar di tengah-tengah umat Islam ini sudah harus mengambil peranan sebagai sarana untuk mengatasi keterbelakangan umat dan harus dipikirkan sebagai basis gerakan membaca, seperti yang diperintahkan Alquran dalam Surat Al-Alaq. Peranan ini sangat penting direkonstruksi oleh masjid, bahkan sudah sangat mendesak.
Perpustakaan perlu menjadi bagian penting di masjid. Masjid akan menjadi salah satu jembatan bagi umat dalam memanifestasikan hadis Rasulullah: Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai liang lahat. Andaikan setengah saja masjid ada di Indonesia ini efektif, tentu membantu membangun umat. Masalahnya, rendahnya minat baca di negeri ini dipengaruhi oleh keterbatasan sarana yang tersedia dan tidak teraksesnya perpustakaan negara oleh banyak orang.
Dengan perpustakaan masjid, permasalahan itu secara bertahap dapat dicairkan. Sudah saatnya rumah ibadah dijadikan pusat pencerdasan umat, baik pencerdasan eksetorik maupun esetorik. Usaha seperti ini juga pernah terjadi pada era Khalifah al-Makmum dengan merekonstruksi masjid yang tidak terpisah dengan perpustakaan.
Menurut Inkeles, ciri-ciri manusia modern ada dua; yang eksternal dan yang internal. Yang pertama berkaitan dengan lingkungan. Yang kedua tentang sikap, nilai-nilai, dan perasaan. Perubahan eksternal mudah dikenali. Urbanisasi, komunikasi massa, industrialisasi, kehidupan politik, dan pendidikan, semua itu gejala-gejala modernisasi. Namun, sekalipun lingkungan telah modern, tidak dengan sendirinya kita menjadi manusia modern. Baru kalau kita berhasil mengubah cara berpikir kita, mengubah perasaan kita, mengubah perilaku kita, maka kita bisa menyebut diri manusia modern.
Ciri-ciri manusia modern adalah kalau dia bersedia membuka diri terhadap pengalaman baru, inovasi, dan perubahan. Maka jendela dunia akan terbuka. Itu semua bisa terjadi pada awalnya lewat bacaan karena manusia modern tidak hanya membatasi wawasannya pada lingkungan dekatnya, tetapi ingin melebarkan wawasannya ke cakrawala lain.
E. PERPUSTAKAAN MASJID SEBAGAI AGEN PENINGKATAN MINAT BACA JAMAAH
Jordan E. Ayan dalam Hernowo (2005) “pendapat saya, salah satu tujuan terpenting membaca adalah mengobarkan gagasan dan upaya kreatif. Peristiwa membaca yang terbaik pada hakikatnya adalah siklus hidup mengalirnya ide pengarang ke dalam diri kita, dan pada gilirannya ide kita mengalir balik keseluruh penjuru dunia dalam bentuk benda yang kita hasilkan, pekerjaan yang kita lakukan, dan orang-orang yang terkait dengan kita. Selanjutnya, ahli filsafat Jerman, Arthur Schopenhauer menulis, “membaca setara dengan berpikir menggunakan pikiran orang lain, bukan pikiran sendiri”. Dengan membaca, kita mampu menyelami pikiran orang lain dan menambahkan pemikiran serta pengalaman orang lain ke dalam pemikiran dan pengalaman kita sendiri.
Richard Oh dalam Yudha (2004), mengatakan buku adalah jendela dunia buku dapat mengakses kita ke pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya, seolah-olah kita dibawa untuk mengetahui sebuah misteri atau rahasia.
Menwit Gray & Rogers (1995) menyebutkan beberapa manfaat membaca, antara lain :
Meningkatkan Pengembangan Diri
Dengan membaca seseorang dapat meningkatkan ilmu pengetahuan. Sehingga daya nalamya
berkembangan dan berpandangan luas yang akan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
Seorang pustakawan harus banyak membaca untuk mengembangkan prestasi dan meningkatkan
karir mereka.
Memenuhi Tuntutan Intelektual
Dengan membaca buku, pengetahuan bertambah dan perbendaharaan kata-kata meningkat, melatih imajinasi dan daya pikir sehingga terpenuhi kepuasan intelektual.
Memenuhi Kepentingan Hidup
Dengan membaca akan memperoleh pengetahuan praktis yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dan membaca cara perawatan buku, maka akan diperoleh pengetahuan perawatan buku.
Meningkatkan Minatnya Terhadap Suatu Bidang
Seseorangyang senang buku internet misalnya dengan Makin membaca buku-buku tentang internet, minatnya akan meningkatkan untuk mempelajarinya lebih rnendalarn.
Mengetahui Hal-hal yang Aktual
Dengan membaca seseorang dapat mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan tanpa harus pergi kelokasi, misalnya : adanya gempa bumi, banjir, kebakaran dan peristiwa yang lain.
Dalam pengembangan minat baca jamaah, Perpustakaan Masjid mempunyai fungsi :
1. Sebagai tempat studi bagi jamaah atau masyarakat, tentang pengetahuan dan keagamaan
2. Sebagai sumber informasi keagamaan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat belajar.
3. Sebagai sarana menciptakan gemar membaca bagi umat dan masyarakat.
4. Sebagai sarana pembinaan kehidupan rohaniah dan jasmaniah, timbul keinginan untuk lebih maju
5. Sebagai penyimpan dokumen dan kegiatan keilmuan masjid
Salah satu faktor utama dalam peningkatan pengetahuan jamaah adalah tersediannya bahan bacaan.
Ada beberapa cara dalam peningkatan jumlah bahan bacaan yang tersedia, yaitu :
1. Gerakan Wakaf Buku
Gerakan wakaf buku ke perpustakaan masjid itu terjadi hampir di seluruh wilayah dunia Islam. Demi pengembangan dan penyebaran ilmu, masyarakat mau menyimpan bukunya di masjid. Umat Islam di era kejayaan begitu cinta dengan ilmu pengetahuan. Ajaran Islam mengajarkan umatnya untuk berpikir dan mencari pengetahuan agar dapat mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
2. Bantuan Dari Pemerintah
Badan Perpustakaan dan Arsip Prov. NTB menjadikan Perpustakaan Rumah Ibadah sebagai salah satu indikator pencapaian kinerja utama selama 5 (lima) ke depan (2008-2013) akan mendirikan 915 perpustakaan rumah ibadah. Untuk tahun 2010 akan dibantu 200 perpustakaan rumah ibadah dengan bantuan koleksi masing-masing 200 eksemplar.
F. PENUTUP
Perpustakaan adalah gudang buku dan informasi. Buku adalah gudang ilmu dan membaca adalah kuncinya. Sosialisasi pemasyarakatan perpustakaan dan minat baca sangat penting bagi jamaah. Perpustakaan merupakan pusat untuk mendapatkan dan menyimpan informasi yang berkualitas. Tersedianya perpustakaan yang lengkap dan mudah dijakau akan memperlancar pengguna (stakeholders) untuk memanfaatkannya. Keberadaan perpustakaan yang memdai akan menentukan kualitas sumberdaya manusia terutama untuk jamaah dan masyarakat pada umumnya. Upaya peningkatan minat dan budaya baca serta ajakan memberdayakan perpustakaan merupakan misi mulia yang harus didukung tidak saja oleh jamaah akan tetapi juga oleh anggota masyarakat secara keseluruhan.
DAFTAR RUJUKAN
………, 2008. Makna Membangkitkan Minat Baca (http://www.averroespress.net) diakses tanggal 17 April 2010.
……., 2009. Peran Masjid Dalam Pendidikan Islam (http://www.Republika.co.id) diakses tanggal 17 April 2010
Hanani, Silfai, 2008. Merekonstruksi Masjid Demi Mencerdaskan Umat. (http://www.bimasislam.depag.id/indeks) diakses tanggal 17 April 2010.
Sulistyo-Basuki.2000. Potensi Perpustakaan Dalam Menghadapi Krisis Sosial Budaya. (http://www.pnri.go.id/artikel/seminar) diakses tanggal 7 Maret 2006.
Yudha. 2004 . Minat Baca di Indonesia (http://www.pnri.go.id/artikel) diakses tanggal 7 Maret 2006.
Copyright © Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Developed by: Tim Web 2020 |RSS Feed |Hubungi Kami |Online: 13 |Hits: 697 / 1775196
4882 Komentar
17 Desember 2019 - 08:59:37 WIB
[url=http://synthroidlev.com/]synthroid 50mcg[/url] [url=http://lasix365.com/]lasix 40[/url] [url=http://zithromax365.com/]zithromax without prescription[/url]
17 Desember 2019 - 11:41:36 WIB
[url=http://tadalafilcial.com/]tadalafil 5mg[/url] [url=http://doxycyclinesr.com/]antibiotic doxycycline[/url] [url=http://acyclovir24.com/]acyclovir cream price[/url] [url=http://levitrad.com/]buy 40 mg levitra[/url]
17 Desember 2019 - 15:37:04 WIB
[url=https://ventolinf.com/]ventolin 70[/url] [url=https://cialisfh.com/]cheap cialis[/url]
17 Desember 2019 - 17:19:10 WIB
[url=https://sildenafilvia.com/]cheap sildenafil citrate uk[/url] [url=https://albuterol2020.com/]albuterol[/url] [url=https://prednisolone365.com/]prednisolone to buy[/url] [url=https://tadalafilcial.com/]tadalafil 20[/url] [url=https://levitrad.com/]buy levitra[/url]
17 Desember 2019 - 18:00:10 WIB
[url=http://lisinopril1000.com/]lisinopril 2.5 tablet[/url] [url=http://tadalafilft.com/]tadalafil 25mg[/url] [url=http://furosemide365.com/]diuretic furosemide[/url]
Form Komentar Berita